Sabtu, 24 November 2018

B. Fungsi Humor

Fungsi humor pada umumnya, baik yang bersifat seks maupun protes sosial, yang terutama adalah sebagai penglipur hati pendengarnya (maupun penceritanya) yang sedang lara. Hal ini disebabkan karena humor dapat menyalurkan ketegangan batin, yang ada mengenai ketimpangan norma-norma masyarakat. Dan seperti kita ketahui ketegangan batin dapat dikendurkan melalui tawa. Dan tawa akibat mendengar humor menurut Bliss (1915) dapat memelihara keseimbangan jiwa dan kesatuan sosial dalam menghadapi keadaan yang bertentangan (incongruous), keadaan yang tak tersangka-sangka, atau perpecahan masyarakat.

Selanjutnya Amstrong (1920), Wilson (1927), dan Carpenter (1922) telah menegaskan bahwa humor mempunyai kemampuan (potensi) besar untuk kebaikan, apabila ia dapat dibangkitkan dalam hubungannya dengan situasi-situasi masyarakat yang keburukannya timbul sebagai akibat kita terlalu memandang serius pada situasi-situasi masyarakat tersebut, seperti takhayul, tabu-tabu ketinggalan zaman, dan terlebih lagi kebencian dan kecurigaan yang telah terjadi di antara kelompok-kelompok, yang ada di dalamnya.

Tawa yang ditimbulkan oleh lelucon, menurut Carpenter, ada kalanya dapat berupa kejayaan dalam kewarasan jiwa (glory insanity), apabila ia dapat menyebabkan super ego untuk dapat melihat kenyataan, yang telah diselubungi oleh kecemasan sangat (anxiety) serta kebencian kita yang irasional, prasangka-prasangka kesusilaan dari masyarakat kita.

Dalam nada yang sama Wilson mengatakan bahwa humor dapat berbuat lebih banyak daripada Liga Bangsa-bangsa, untuk menjaga perdamaian dunia kita, karena dengannya, kita dapat membebaskan diri kita dari beban kecemasan, kebingungan, kekejaman, dan kesengsaraan. Sehingga kita akan dapat mengambil tindakan penting untuk memperoleh kejernihan Ilahi mengenai pandangan kita. Dan pandangan jernih itu membuat kita dapat membedakan apa yang benar-benar baik daripada yang benar-benar buruk. Jadi dengan mempergunakan humor kita dapat menghadapi ketimpangan masyarakat dengan "ganda ketawa".

Di Jakarta ada suatu teka-teki lucu, yang sangat menarik, yang patut dikemukakan di sini, yakni apa kepanjangan dari akronim yang berbunyi demikian. "Kasnawi Karna Dipanegara". Jawabnya adalah: "Bekas Cina Betawi Tukar Nama, Dipaksa Negara". Yang menarik teka-teki ini timbul pada tahun enam puluhan pada waktu orang-orang Indonesia keturunan Cina dianjurkan oleh Pemerintah Orde Baru untuk bersama-sama tukar nama leluhurnya dengan nama berasal dari Indonesia. Sudah tentu anjuran ini dapat menimbulkan kerisauan, bukan saja dari pihak orang Indonesia yang menganggap dirinya "pribumi". Akibatnya untuk menghilangkan tekanan batin tersebut terciptalah humor semacam itu, yang motifnya sudah tentu tidak sama, yakni bagi orang Indonesia keturunan Cina berfungsi sebagai netralisasi tekanan batin karena dapat menertawakan kekesalan dirinya; sedangkan bagi "pribumi" untuk memperolok-olok golongan yang dikhawatirkan dengan tukar nama dapat memperoleh fasilitas lebih banyak setelah memakai nama "pribumi". Maka dengan sikap menanggapi masalah serius ini dengan "ganda tertawa", ketegangan sosial dapat dihilangkan, dan kesejahteraan jiwa anggota masyarakat Indonesia dapat dipelihara. Itulah sebabnya humor sebenarnya dapat dijadikan alat untuk psikoterapi, terutama bagi masyarakat yang sedang dalam proses perubahan kebudayaan yang cepat seperti Indonesia ini. Dan memang tujuan kami untuk mengajarkan humor terutama yang bersifat ethnic slur di Universitas Indonesia adalah agar para mahasiswanya yang multietnik itu dapat lebih cepat dewasa secara emosional dalam menghadapi perbedaan kebudayaan, karena sering diekspose dengan humor semacam itu, mereka akan menjadi tegar secara emosional, sehingga tidak mudah menjadi tersinggung.

Mulai adanya kedewasaan emosional para mahasiswa Jakarta ini dapat dibuktikan dengan adanya teka-teki lucu yang bersifat permainan kata-kata (punning) seperti berikut.

"Tahu engga?, Jika negara Inggris mempunyai slogan yang berbunyi: "Britannia rules the waves!" (Inggris menguasai samudra), maka slogan Indonesia yang sepadan adalah apa?" Jawabnya adalah: "Indonesia waves the rules!" (Indonesia mengabaikan peraturan-peraturan).

Kami menilai ini sebagai kedewasaan emosional, karena para remaja Jakarta dapat menertawakan kelemahan sifat bangsanya sendiri, sehingga dengan kesadaran itu mereka dapat mengubah kebiasaan jelek itu kelak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar